Hal ke-2 yang membuat saya prihatin adalah ketika kita mau naik bus. Kejadian berdesak-desakkan dan saling serobot antrian terulang di pintu bus. Tidak tampak ada yang mau mengalah, kecuali kepada nenek tua yang membawa kursi roda. Jamaah wanita juga ikut berdesak-desakkan.
Dalam ibadah umroh, biasanya
kita hanya diberi kesempatan umroh bersama ustad pembimbing sebanyak 2 sampai 3
kali. Saat itu saya
ingin menambah umroh sendiri. Masalahnya adalah bagaimana transportasi
menuju masjid ke tempat mengambil miqat umroh? Setelah bertanya kepada ustad
pembimbing, dapatlah petunjuknya. Ternyata
ada angkot yang melewati tempat terdekat mengambil miqat umroh. Tempat
tersebut adalah Masjid Tan’im. Angkot
tersebut mangkal di lokasi yang hanya berjarak sekitar 300 meter dari hotel
saya menginap.
Saya segera berganti baju ihram dan bergegas keluar hotel. Saya berjalan ke arah fly over. Ada beberapa angkot yang ngetem di bawah fly over tersebut. Sesampai di sana, saya disambut orang yang berteriak-teriak “Tan’im... tan’im.. Khamza riyal.. khamza riyal..” Artinya ongkosnya 5 Riyal ke Tan’im. Mereka adalah sopir-sopir angkot tersebut.
Mobil angkot yang dipakai seperti mobil korea yang dipakai travel-travel Jakarta - Bandung. Mobilnya panjang. Isinya 13 orang. 3 orang di depan (termasuk sopir), 3 orang di baris kedua, 3 orang di baris ketiga dan 4 orang di baris keempat.
Angkot-angkot ini tidak menggunakan sistem urutan antri di pangkalan tersebut. Biasanya kan penumpang diarahkan ke salah satu angkot sampai penuh. Kemudian baru angkot berikutnya diisi penumpang. Ini tidak. Saat itu ada dua mobil. Mereka bersaing berebut penumpang sampai penuh dan berangkat. Akibatnya, bisa saja terjadi, anda masuk ke salah satu angkot, tapi angkotnya tidak berangkat-berangkat karena sang sopir kurang gesit mencari penumpang. Menunggu lama sampai penuh. Sedangkan angkot berikutnya yang tadi masih kosong, tapi dia bisa berangkat duluan karena sopirnya gesit cari penumpang.
Angkot berangkat setelah penumpang penuh. Tapi jangan khawatir, angkotnya ber-AC kok. Tidak semua penumpang adalah jamaah umroh yang mengambil miqot umrah. Ada juga penumpang umum yang tujuannya lebih jauh dari Masjid Tan’im. Jadi angkot akan berhenti dulu di Masjid Tan’im untuk menurunkan jamaah umroh. Setelah itu baru melanjutkan perjalanan mengantar penumpang umum lainnya.
Ongkos angkot ke Masjid Tan’im adalah 5 Riyal one way. Setelah angkot berangkat, penumpang akan membayar tarif angkot dengan cara mengumpulkan uang. 4 penumpang di baris paling belakang (baris ke-4) akan mengumpulkan uang, lalu menyerahkan uang mereka ke penumpang di baris ke-3. Demikian pula penumpang baris ke-3 mengumpulkan uang penumpang baris ke-3 dan menerima uang dari baris ke-4. Uang tersebut diserahkan ke penumpang di baris ke-2. Dan seterusnya. Penumpang di baris pertama “berkewajiban” untuk menghitung ulang jumlah uang yang terkumpul. Bila jumlah uang kurang, dia akan bertanya ke pada penumpang di belakang siapa yang belum bayar. Dan sebaliknya bila uangnya berlebih, dia akan bertanya siapa yang uangnya lebih dan perlu uang kembalian.
Sopir-sopir angkot ini cukup terlatih kesabarannya menghadapi lalu lintas Makkah yang ramai dan pengguna jalan yang seenaknya. Rupanya para sopir sudah saling memaklumi tingkah laku saling serobot dan tidak sabar sesama pengguna jalan raya.
Sesampai di depan Masjid tan’im, saya segera menuju tempat wudhu’ yang terletak di sisi kanan masjid. Jaraknya cukup dekat. Sekitar 200 meter dari pintu depan masjid. Disarankan kita mengambil wudhu dan berganti baju ihram dari hotel. Karena bila jamaah umroh sedang ramai, kita akan mengantri toilet / tempat wudhu cukup lama.
Di sepanjang jalan menuju toilet, terlihat banyak baju ihram yang dijemur di atas tanaman-tanaman hias di taman. Rupanya banyak jamaah umrah yang menginap di masjid ini. Memang melaksanakan umrah di akhir bulan Ramadhan, kita akan kesulitan medapatkan hotel / tempat menginap. Penyebab pertama adalah jumlah jamaah umrah yang sangat banyak. Sementara jumlah hotel terbatas. Hal ini menyebabkan harga hotel menjadi jauh lebih mahal. Harga hotel menjadi semakin tidak terjangkau jamaah umroh. Opsi menginap di masjid adalah opsi yang banyak dipilih oleh jamaah umroh.
Setelah wudhu, saya menuju ke dalam Masjid untuk melakukan sholat sunnat Umroh dan membaca niat melakukan umroh. Di dalam masjid saya lihat banyak jamaah yang tidur. Hampir separuh isi masjid adalah jamaah yang sedang tidur.
Selesai sholat, saya segera kembali ke tempat parkir untuk mencari angkot menuju ke Masjidil Haram. Saya melihat ada 2 orang laki-laki dikerubungi oleh jamaah umroh yang memegang selembar uang. Ternyata dua orang ini adalah petugas penjual tiket bus jamaah umroh yang akan kembali ke Masjidil Haram. Tiket bus ini hanya 2 Riyal oneway. Antriannya kacau alias tidak ada budaya antri. Keadaan memang tidak mendukung antrian. Kedua petugas tersebut hanya duduk di kursi biasa. Bukan di dalam loket. Kacaunya antrian merupakan salah satu yang membuat saya prihatin. Orang sedang beribadah umroh, tapi saling menyerobot antrian untuk mendapatkan tiket bus. Sekilas saya tahu penyebabnya. Mayoritas jamaah di situ adalah orang India dan Pakistan. Kalau mengucapkan huruf T-nya tebal. Seperti orang Bali. Khas sekali. Mereka tidak punya budaya antri.
Saya mencoba mundur, mau menunggu antrian selesai. Sehingga tidak perlu berdesak-desakkan dan menyerobot antrian. Setelah 3 menit berlalu, saya lihat jamaah tidak berkurang. Jamaah yang baru keluar dari masjid juga masih banyak. Tidak ada yang tahu kapan antrain selesai. Akhirnya saya putuskan untuk ikut berdesak-desakkan dalam antrian yang kacau.
Hal ke-2 yang membuat saya prihatin adalah ketika kita mau naik bus. Kejadian berdesak-desakkan dan saling serobot antrian terulang di pintu bus. Tidak tampak ada yang mau mengalah, kecuali kepada nenek tua yang membawa kursi roda. Jamaah wanita juga ikut berdesak-desakkan. Yang memperlama proses antrian masuk ke dalam bus adalah di tangga pintu bus terdapat seorang kondektur meminta satu persatu tiket dari jamaah yang naik bus. Tidak ada petugas yang membantu mengatur antrian sebelum masuk ke pintu bus. Seharusnya hal ini bisa ditata lebih baik.
Sebenarnya banyak juga angkot yang ngetem untuk membawa kita kembali ke Masjidil Haram. Tarifnya sama seperti berangkat, yaitu sebesar 5 Riyal. Naik angkot jelas lebih nyaman dibandingkan dengan bus. Tidak perlu antri tiket dan antri masuk bus/angkot. Namun kelemahannya, angkot ini lebih lama penuhnya karena mayoritas jamaah lebih memilih naik bus.
Bus langsung penuh dan segera berangkat. Banyak jamaah yang berdiri. Mirip prinsip di Indonesia “asal keangkut”. Yang asyik adalah dalam perjalanan menuju Masjidil Haram, para penumpang bersama-sama melantunkan talbiyah dipimpin oleh seorang jamaah. Alhamdulillah mendapatkan pengalaman baru merasakan atmosfir berdoa bersama di atas bus sepanjang perjalanan.
Ternyata bus ini berhenti di terminal, bukan di dekat Masjidil Haram. Kita harus berjalan kaki lagi sekitar 500 meter sampai dengan 1 km untuk sampai di Masjidil Maram. Dan kita masuk dari area baru (ekstension) Masjidil Haram. Jalan menuju area baru masjid ini masih belum selesai. Masih belum kelihatan desain dan bentuknya seperti apa. Masih berantakan. Sedangkan di dalam area masjidnya, sudah hampir 80% selesai. Bagus desainnya. Terlihat lebih besar dan megah dibandingkan area lama. Dan yang penting lebih dingin AC-nya. Cocok untuk ibadah marathon. Tapi kurang cocok kalau dibuat bermalam. Bisa menggigil atau masuk angin!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar